CINTA BUMERANG
BY : GUSNA N. TARIS XI MIA 4 / 16
“Apakah kau akan menerimaku
lagi? – Kepala Besi, today, 1 Juni 2014” Terlihat notif as*.fm di layar hpku
ini. Aku pun tertegun. Mengapa? Mengapa engkau kembali? Bukannya engkau sudah
mempunyai yang lebih baik daripada aku, bukannya kau sudah memutuskan untuk
memilihnya daripada memilihku, bukannya kita ini ibarat minyak dan air, meski
kita berusaha sekuat apapun, kita takkan pernah menyatu. Aku tahu, aku tak bisa
membohongi perasaan ini. Aku memang selalu mencintaimu, meski aku tahu. Aku
tahu kau sangat sangat mencintai wanita itu. Lantas, mengapa di akhir kehidupan
sma mu ini, engkau kembali kepadaku? Ada apa? Apa yang terjadi? Mengapa kau
masih ingat kejadian itu? Mengapa kau masih mengingat semua yang sudah kau
buang? Lalu mengambil lagi apa yang kau buang. Apakah kau tidak merasa hina?
Apa yang kau pikirkan sih?
Ingatan demi ingatan, entah
itu sedih atau senang semua kembali ke dalam otakku ini. Ingatan yang sudah
kuhilangkan, ibarat komputer, ingatan ini sudah ku shift+del secara paksa, akan
tetapi, sedikit demi sedikit ingatan itu kembali kepadaku. Air mataku tak
sengaja tumpah ketika aku teringat hari pertama kita bertemu, mengapa hari itu
kita bertemu? Mengapa!? Ingatan ini pun semakin jelas dan jelas seperti kembali
lagi ke saat itu. Aku pun mencari mencari diaryku yang penuh kenangan dengan
dia, sengaja tak kubuang untuk menunggu hari ini tiba.
--ooo--
3 September 2013, Lagi lagi
aku terdiam sendiri. Kini aku terdiam ditemani oleh sahabatku yang selalu terdiam.
Tidak, dia tidak benar–benar selalu terdiam. Sebenarnya dia sangatlah cerewet.
Buktinya, dia selalu memaksaku untuk mendengarkan segala ceritanya. Mulai dari
cerita; Fiksi, Science-Fiction,
Romantis, Aksi, Misteri, dan lain lain. Dia selalu menceritakan dengan gaya
bahasa yang berbeda–beda yang membuat ceritanya selalu menarik dan membuatku
tidak bosan bila dia menceritakannya. Terutama, saat dia menceritakan cerita
fiksinya kepadaku. Dia seakan mengajakku terbang tinggi ke alam Imajinasi
selama dia menceritakanku, hingga aku tak sadar dia sudah selesai menceritakan
ceritanya itu. Sedangkan aku masih melayang di dunia imajinasiku dan akal
pikiranku malas untuk mendarat ke dunia nyata lagi. Selain itu, Sahabatku ini
pernah menceritakan cerita misterinya. Aku selalu sebal dengan cerita
misterinya. Dia seakan membuatku berpikir betapa bodohnya aku. Ya, dia seakan
mengejek kemampuan berpikirku. Dia selalu saja dengan akal bulusnya menendang
kemampuan berpikirku pergi, karena aku sudah dibuat susah–susah berpikir,
tetapi buah pikiranku selalu salah saat dia menceritakan misteri ala
detektifnya. Mungkin aku sebal dengan cerita misterinya, di lain pihak aku juga
menyukai cerita misterinya, karena selalu membuat otakku bekerja semaksimal
mungkin. Membaca novel memanglah hobiku, akan tetapi entah mengapa ada hal aneh
di pikiranku ini. Aku seakan menginginkan yang lain, menginginkan hal lain, hal
yang istimewa, hal yang dapat memenuhi seluruh kehampaan yang kurasa ini.
“Blar!!” tiba–tiba jendela
itu tertutup karena angin, ini membuat semua orang disini yang semula diam
terhipnotis dengan apa yang dibacanya menjadi terkaget dan langsung melihat ke
arah suara keras tersebut berasal, bahkan tadi ada yang sampai melemparkan
bukunya. Setelah semua kembali menghipnotis diri kepada hal yang dipegangnya
itu, ku mencium aroma yang tidak asing lagi. Ya, ini adalah aroma yang biasa
tercium saat hujan turun setelah beberapa hari tidak turun hujan, bau yang
katanya tem*o.co itu semenyenangkan dengan bau kasturi, ya aroma ini adalah
ulah dari bakteri Actinomycetes yang
membiarkan zat kimianya lepas ke udara. Aku pun pindah ke tempat duduk yang
lebih dekat dengan jendela, dengan maksud ingin mencium aroma itu lebih lama
dan merasakan sejuknya angin saat hujan selain itu, untuk menikmati irama
rintikan hujan juga. Akan tetapi, saat ini didepanku, ada seorang cowok yang
kelakuannya sama denganku, ia pindah kemari dan dan... dan... Novel yang
dibawanya pun sama denganku!!!
Apakah ini takdir? Apakah
ini semacam cerita romantis yang kubaca dahulu? Ah tidak, tidak mungkinlah,
lagian dia siapa? Aku saja belum kenal, Ah masa bodoh, tetap tenang dan baca
lanjutan dari novel ini. Sejenak aku berpikir, mungkin sajakah ini karena tadi
aku berpikir untuk mendapatkan sesuatu untuk mengisi kehampaan ini ya? Ah
sudahlah lupakan saja, cerita cerita romantis semacam itu tidaklah nyata,
hanyalah harapan kosong yang dibuat penulis–penulis yang lagi kesepian hahaha-
“Ah, hei novel kita sama!”
Sapanya membuyarkan lamunanku.
“Eh... ahaha iya, sama...
terus?” Aku pun jawab dengan acuh.
“Keren lah, kan bisa
diskusi atau bahas cerita dari novel ini dong, jarang jarang lho nemu pecinta
novel yang sama, novelnya isinya berat lagi...” ia menutup novelnya lalu
menatapku.
“Lho kok novelnya udah ditutup?
Udah selesai bacanya kak? Atau udah mentok pikirannya baca novel itu? Oh iya namamu siapa sih? Lebih tua gak dari
aku?” jawabku.
“Eh sorry dek, aku udah tau
bagaimana novel ini akan berakhir, yah meski cuma perkiraanku sih. Nama? Namaku
randy, oh iya sekarang hari senin ya, jadi gak keliatan deh kalau aku 2 tahun
diatasmu, emang namamu siapa?” dia membalik tanya.
“Namaku fit--
“Pit... kempit ayo mbalik
nang kelas!” teriak temanku menyela pembicaraanku.
“Fit, kemfit?” dia berpikir
dan seperti berbicara sendiri.
“Iyoo sekk jul... ah mas,
namaku bukan kemfit, tapi fitri, ya tapi temen temenku manggilnya kempit
hehehe” aku pun pergi ke temanku setelah memberi tahu namaku kepadanya.
“Pit... kon wes sholat a?
udan lho saiki” tanya temanku yang satunya.
“Durung paling, deloken
arek iku saiki, lak meneng wae?” Jawab temanku yang tadi memanggilku
“...” aku diam saja dan
masih terbayang–bayang pertemuan yang pertama tadi. Kini aku benar menyadari,
mungkin hal inilah yang nanti akan menutup kehampaan dihati. Mungkin inilah
permainan dari Yang Diatas. Pertemuan ini sungguhlah spesial. Karena dengan
pertemuan ini kisah kebodohanku, kisah ketabahanku, kisah terindahku dan
semuanyaa... atau bisa dipersingkat kisah cintaku, benar–benar dimulai.
--ooo--
Ya saat itu adalah awal
dari segalanya, saat itu mungkin aku berpikir seperti itu, tapi saat ini... ada
bagian dari jiwaku yang menginginkan hal ini tidak penah terjadi, sehingga
mungkin saat ini aku tak perlu sesedih ini, tak perlu merasakan perasaan yang
tak kuinginkan. tak perlu menumpahkan air mataku ini terlalu banyak. Tetes demi
tetes air mataku ini tumpah, membasahi diaryku yang berjudul “My First Meeting
with My Destiny” ini. Aku pun tak kuasa menahan rasa sedih ini, aku melempar
diary ini ke meja belajarku. Aku tak ingin melihat masa lalu lagi pikirku. Lalu,
aku pun menidurkan diriku ke kasurku yang empuk ini, dengan tujuan untuk
melupakan kejadian - kejadian masa lalu dan tidur. Ah! Pikiranku ini!? Apakah
kau menyiksa pemilikmu ini? Mengapa? Mengapa!!?? Mengapa kau terus
memperlihatkan kenangan-kenangan saat itu, kenangan yang indah namun
menyakitkan. Aku pun memejamkan mataku, dan pasrah melihat adegan adegan dari
kenangan masa laluku ini.
--ooo--
Hari demi hari terlewati,
tak terasa sudah satu bulan sejak aku pertama kali bertemu dengannya. Aku
selalu bertemu dengannya di perpustakaan saat istirahat kedua berlangsung.
Awalnya mungkin kaku–kaku, akan tetapi sekarang aku dan dia sudah terasa akrab.
Pembicaraanku selama satu bulan ini hanyalah tentang novel karangan Agatha Christie
itu, tidak pernah lebih, kalau lebihnya saja mungkin hanya berkisar tentang kegiatan
di sekolah ini. Mungkin terdengar datar datar saja ya, tetapi, jujur, hanya
dengan itu saja, itu sudah membuatku senang. Dia saat ini ada di depanku, aku
pun menatapnya, apakah dia merasakan hal yang sama denganku?
“Eh fit, kamu sudah punya
pacar belum?” tanyanya tiba–tiba
“Belum kok, emang kenapa?”
Jawabku.
“Yah, sayang sekali, aku
mau curhat dikit dikit nih” jawabnya.
“Emang mau curhat apa? Aku
mungkin bisa kok dicurhatin dikit dikit, dulu aku pernah punya pacar sih”
Jawabku dengan setengah kecewa.
“Kamu tau nggak? Cewek yang
biasanya juga datang kesini yang kadang kadang juga suka bicara sama kita itu”
Jawabnya.
“Oh, mbak mia itu? Ciyee
suka ya mas? Jadian aja deh kalian cocok kok” Jawabku dengan sok relanya ini,
dengan wajah tak bersalah, meski sebenarnya, meski sebenarnya... ada sedikit
api yang membakar di dadaku saat ini. Apakah ini api cemburu? Ah tidak, tidak
mungkin lah. Lagian aku hanya teman sesama pecinta novel Agatha Christie tidak
kurang tidak lebih.
“Iya, Mia, sebenarnya sudah
dari dulu sih aku sama dia saling lihat–lihatan, tapi aku merasa kalo aku ke dia
hanya sebatas teman aja sih”
“Ciye... langsung deh
tembak aja, emang masnya udah pdkt?” tanyaku
“Udah pernah sih aku pdkt
terus, tapi ya gitu, dianya datar datar terus”
“Oh... kenapa gak coba lagi
aja sekarang? Atau langsung tembak saja”
“Ndak deh, kalo sama kamu
aja gimana ya?” Tanyanya bercanda
“Ah, eh, gapapa kok” Aku
membalas candaannya.
Sejak saat itu aku merasa
dia mulai dekat denganku, tapi tidak sebagai seseorang yang spesial, hanya
sebatas teman curhat. Sebenarnya ada ganjalan di hatiku, aku ingin suatu yang
lebih, suatu yang dapat mengisi kekosongan hatiku yang dari dulu terbuka tidak
ada yang mengisi. Entah mengapa, aku yakin kalau dialah yang akan mengisi
hatiku.
Keesokan harinya, dia jadi
aneh, dia jadi pendiam kepada semuanya, kuamati dia selalu membaca novelnya itu
diam dan serius, naluriku berkata bahwa dia tidak fokus kepada hal yang
dibacanya ada sesuatu yang lain di pikirannya yang nampaknya sedemikian sakit.
Sepertinya, aku harus menghibur dia. Entah mengapa, aku juga menjadi sakit bila
melihat dia sakit.
“Halo mas, masnya galau
ya?” tanyaku iseng.
“Emmm... tidak kok” dia
menjawab dengan wajah yang tetap lesu.
“Halah mas, kalau ada suatu
hal yang gak enak, boleh kok curhat dikit dikit ke aku, siapa tau aku bisa
menghibur, kalau tidak mau ya gapapa kok”
“Mau denger ceritaku?”
“Ya, kalau gapapa, ya...
gapapa”
“Okedeh, ini ada
hubungannya sama kemarin. Sebenarnya, aku sudah mendekatinya lagi. Ta-tapi dia sepertinya
menganggapku hanya sebagai teman, tidak kurang tidak lebih”
“Emm... Turut berduka cita
ya mas, aku pernah merasakannya sih, tapi aku tak tau apakah lukamu lebih dalam
dari lukaku saat itu. Yang jelas, gak baik terus–terusan sedih gitu, ayo
semangat! Sini tak traktir makan”
“Traktir makan? Gaenak deh kalau
adek kelas nraktir aku, aku aja yang nraktir. Bahagianya tambah berlebih kok
kalau aku yang nraktir”
“Ya kalau jadi lebih
bahagia, gapapa deh, lagian aku ditraktiri ya jelas mau dong, hehehe”
Pertama kalinya aku bersama
dengan dia diluar pepustakaan sekolah ini, rasanya bahagia sih, dan aku
ditraktir makan lagi, terus makan di kantin pun berdua doang, aaa... kayak
orang udah pacaran aja, beruntungnya aku ini, tapi ini semua sebenarnya karena
si mbak mia nyuekin kodenya si mas randy. Turut berduka cita mas randy, makanya
pilih aku aja daripada pilih seseorang yang nyuekin kodemu.
“Ayo makan...” Ajaknya
membuyarkan lamunanku.
“... emm iyadeh” Jawabku
kecewa, bagaimana tidak kecewa? Rupanya... rupanya aku tidak berduaan dengannya,
tapi dia mengajak teman temannya. Hilang sudah harapanku untuk berduaan
dengannya, Yah sudahlah tak apa, asalkan dia kembali bahagia dan aku bisa
melihat senyumnya lagi.
“Wee pit, kon lapo ?
ditraktir a?” Tanya temanku.
“Oyi, kon ate melu a? kene
tak traktir!” Jawabku
“Okeee...” Jawab temanku.
Akhirnya aku mengajak
temanku dan dia mengajak temanku juga, ini jadinya seperti makan–makan bersama
biasa sih, bukan seperti yang kuharapkan, yaitu makan bersama berdua dengannya.
Aku pun menatapnya, ya tawa dan senyumnya kembali menjadi seperti saat kita
berdua di perpus lagi. Ada bunga yang tumbuh di dalam hatiku, entah mengapa
saat aku melihat senyumnya, manis sekali. Ah apa yang kupikirkan? sepertinya,
aku benar benar suka kepadanya.
“fit, makasih ya...”
Katanya dengan senyum tulusnya.
“Ya, sama–sama” wajahku
setengah tersipu malu.
Malam harinya, dia mulai
sms aku. Ya, sehabis makan bersama dia meminta nomer hp ku. Dia rupanya kalo
sms lucu juga sih, agak agak gajelas gitu, banyak emoticon-nya pula, tapi keseluruhan dia itu kalo sms aku seru juga.
Oh iya, sekarang bagaimana ya perasaannya mas randy ke mbak mia ya? Kutanyain
deh...
“btw maaf ya mas, masnya
sama mbak m gimana jadinya ._.?” tanyaku di sms.
“ah lupakanlah saja dia :D
lagian dia tidak mengharapkanku kok, kenapa selalu dipikirin? Lebih baik moveon
lah. Hidup kok susah susah sih. Lagian cewek yang lebih baik itu masih banyak.
Kayak kamu :P” jawabnya.
“Hahaha, situ juga baik kok
:P” jawabku, sebenarnya sedikit senang juga sih dibilang jadi cewek yang baik,
tapi aku mengerti, biasalah cowok hanya gombal gombal yang mengakibatkan php (pemberi harapan palsu). Jadi, aku
hanya menganggap itu sebagai candaan saja, tidak lebih, meski... sebenarnya aku
mengharapkan dia mengatakan itu dari hatinya yang terdalam. Karena, aku benar–benar
suka padanya.
--ooo--
Hari demi hari aku semakin
dekat dengannya. Aku selalu ber sms dengannya dan dia juga selalu menjawab dengan cepat.
Sehingga, kini aku serasa super duper
autis. Ada kebahagiaan yang kurasakan di dadaku, dipikiranku, diragaku. Kini
kehampaan hatiku ini ada yang menutupi, yaitu setangkai bunga. Hari demi hari
bunga di dalam hatiku ini semakin banyak, semakin menutupi kehampaan hatiku.
Ya, kali ini aku cin... cinta? Namun, masih ada yang mengganjal, apakah
perasaanku ini berbalas?
Hari ini, seperti biasa aku
berduaan dengannya di perpustakaan, membaca mahakarya lain dari Agatha Christie.
Kini di novel ini ada kasus yang sulit, sulit sekali. Aku ingin membahasnya
dengannya. Akan tetapi, malah dia yang berpindah duduk ke sebelahku, dan dia
juga ingin membahas dengan kasus yang juga ingin kutanyakan kepadanya. Dia
duduk di sebelahku, dan aku di sebelahnya. Ah—kenapa aku menjadi deg–deg an.
Irama jantung ini semakin memacu sejalan dengan saat dia semakin mendekatiku.
Ah bisa bisanya aku menjadi se salah tingkah ini. Bukannya biasanya aku selalu
biasa biasa aja. Sebelumnya aku selalu menganggap dia sahabat novel aja, ah
tidak sih. Sebelumnya aku selalu menganggap dia seorang yang tak tergapai, yang
hanya bisa kupandang, yang hanya bisa kunikmati tingkah lakunya. Tapi sekarang,
dia tepat disebelahku.
“Eh kamu tau nggak tentang
ini...” dia menunjukkan kasus di novelku ini. Gila dekatnya...
“Aku juga mau tanya tentang
itu kok!” aku menjawabnya dengan teriak. Ah, aku salah tingkah.
“Oh, terus kamu punya
petunjuk petunjuk tentang kasus ini nggak, bener bener gamasuk akal nih, kenapa
dia bisa mengakhiri dengan pelaku yang sangat tidak bisa ditebak, aku sama
sekali tidak menemukan poin–poin yang dibutuhkan” Jawabnya
“Mmm... kalo poin poin nya
aja sih sepertinya aku punya, seperti yang disi-
Ah, aku malah menyentuh
tangannya! Salah! Salah! Tidak boleh begini!
“Hei, kamu mau nunjukin
poin apa? Kok malah megangin tanganku? Modus nih? Aduh, aku gamau lepas nih...”
lagi lagi, sepertinya dia hanya bercanda.
“mmm... tidak kok aku mau
nun-
Aku berusaha melepaskan
genggamannya, akan tetapi malah dia yang memegang tanganku.
“Hei Fit, boleh nggak?”
Deg!, tiba–tiba jantungku ini berdegup keras. Satu hal yang penting disini,
mengapa dia menggenggam tanganku!? Dan dia juga melancarkan pertanyaan yang
aneh ini.
“Boleh apa?” Aku membalas
tanya.
“Kalau aku terus menggenggam
tanganmu?” Tanyanya seraya mempererat gengamannya.
“Ma-maksudnya?” Aku pun
semakin gugup. Akankah dia... tidak, tidak mungkin, aku tidak boleh ke-gr an.
“Ah, masa kamu nggak tau
sih?” Kali ini genggamannya mulai merenggang.
“Apa? Kamu mau membimbingku
seperti kau membimbing adikmu?” ah, apa yang kukatan ini.
“Tidak kok, lebih dari
itu...”
“Lebih gimana?”
“Se-sebenarnya...”
“....” Tidak... aku gugup!
gugup sekali! Mungkin wajahku saat ini merah sekali. Ini seperti dia tepat akan
menembakku, ah- aku terlalu malu dalam suasana ini.
“i,l,y, Maukah kau jadi
pacarku?”
“Pa-pa-pacar?” Ah? Bingo!
Tapi, apa aku tak salah dengar? Ini seperti mimpi. Aku mendapatkannya? Akankah
dia benar-benar menjadi milikku? Dia yang selalu ada di dekatku, dia yang
kupikir takkan tercapai olehku, dia yang selalu kuanggap...
“Hei, Iya emang pacar, yaudah,
kalo gamau yaudah deh, lupakan hal yang kuucapkan tadi” dia menghentikan
lamunanku tadi.
“...” Ah- Aku benar benar
menginginkannya, tapi... aku malu.
“Gimana?”
“...” Ayo Fitri bilang iya!
Kesempatan ini hanya sekali seumur hidup lho! Kataku dalam hati untuk membuatku
tidak gugup lagi.
“Yaudah deh, kalau
gamau...” dia melepas tanganku, akan tetapi jelas aku tidak akan melepaskan
kesempatan besarku ini.
“Mau kok... mau banget” aku
pun menggenggam tangannya lagi, aku tak mau melepaskannya, benar benar tak
ingin melepaskannya.
“Ciyee... Ada yang jadian”
suara temanku terdengar dari dekatku, aku pun melihat sekelilingku. Bagaimana
tidak kaget, rupanya banyak orang yang melihat proses penembakan tadi. Banyak anak yang mengelilingiku, tidak hanya teman
– teman yang kukenal, banyak juga yang tak kukenal. Tidak- aku sangat sangat
gugup! Ah! mbak mia, dia terlihat hanya
acuh saja melihat kita dia dari tadi memang disini sih.
“Ciyee... Jadian! Traktiran
traktiran !” Teriak temanku.
“Pajak Jadian! Pajak
Jadian!” minta temanku yang lain.
“Emm... minta mas randy aja
tuh” jawabku
Oh iya, tanganku masih
menggenggam dia dari tadi, aku pun menurunkan genggamanku dan jadi seperti bergandengan
tangan saja. Ya, tetap saja, aku tak ingin melepaskan genggaman tanganku ini
darinya, ibarat hubungan, aku tak ingin begitu saja memutuskannya. Aku ingin
menjaga perasaanku ini kepadanya, menjaga perasannnya kepadaku, sehingga aku
dan dia tetap bersatu, tetap langgeng selama-lamanya. Aku merasakan aliran ini,
kali ini benar benar terasa aliran perasaanku ini, berpencar ke seluruh tubuh,
lalu berpusat ke dadaku dan membuatku terasa sedikit sakit. Ya, sepertinya,
kali ini aku benar-benar cinta kepadanya, ingin kuungkapkan rasanya.
“Mas Randy...”
“Apa? Iya nanti temenmu tak
traktir kok”
“Bukan itu”
“Lantas apa pacarku?”
“I adore you”
“...” Dia pun tersipu malu
bersamaan dengan semua orang disekelilingku menyoraki kami.
--o0o--
“I
adore you” ya? Yang kuucapkan saat itu? Adore, yang berarti memujamu, aku
memujamu... cocok sekali untuk menggambarkan peasaanku saat itu. Tapi sangat
pedih, untuk sekarang. Lidahku terasa hina, pernah menyatakan perkataan seperti
itu kepada lelaki itu. Lidahku serasa ingin kuputus karena pernah menyatakan
kata-kata itu ke lelaki seperti itu. Tak pantas!! Benar-benar tak pantas
pikirku. Mengapa aku pernah merelakan hatiku kepadanya ya Tuhanku... tapi jujur
saja, sampai sekarang aku masih memujanya, aku masih menginginkannya. Lantas,
apa yang harus kulakukan untuk menjawab pertanyaannya itu? Apakah aku harus
merelakan dia pergi seperti saat itu lagi? Apa aku harus menjadi diriku saat
itu, yang tak mau dia pergi? Andai saja dia tahu isi hati ini, yang penuh akan
trauma akan dia, dan penuh kenangan indah dengan dia, dan bila dia menjadi aku,
pilihan mana yang ia pilih? Kenangan ini
pun berlanjut
--ooo--
“Fit,
kamu mau jalan gak malam minggu gini? :3” Tanyanya di sms.
“Mau
aja sih, emang mau kemana? Btw, sekarang kan ada acaranya smanti, aku pinginnya
kesana :)” Jawabku
“Mmm...
Boleh deh :) langsung kususul ya” Jawabnya singkat.
Ah,
kenapa dia memakai emoticon “:)”?
Emoticon itu mempunyai arti yang ambigu, artinya bisa saja dia benar benar
senang, setuju dan berbagai respon positif lainnya atau bisa juga berarti dia
pura-pura senang. Aku yang sudah berpacaran dengan dia masih satu minggu ini
masih kurang memahaminya, kurang memahami apa yang dia pikirkan, kuang memahami
apa yang dia inginkan. Aku ingin segera mengenalinya sehingga apapun yang dia
perbuat aku mengerti apa maksudnya. Aku ingin mengertinya! Semoga saja apa yang
dia maksud dari emoticon “:)” itu benar benar berarti dia senang.
Beberapa
menit kemudian aku mengintip dari jendela rumahku, dia sudah ada di depan
rumahku, mengendarai motor vixionnya yang berwarna bendera indonesia, dan ia
memakai jaket hitam yang biasa ia gunakan saat ke sekolah. Aku belum siap! Aku
harus siap siap nih! Oh iya! Ini kan kencan pertama aku dengannya!? Ah? Apakah
bajuku sudah bagus ya? Aku harus terlihat secantik mungkin sampai dia tidak
ingin melihat cewek lain saat jalan nanti. Harus secantik mungkin! Gawat apakah
dandanan yang seadanya ini udah bagus ya? Siap deh bertemu dengannya!
“Hei
Fit! Lama sekali, kata ibumu tadi kamu lagi dandan ya? Ciyee...” Godanya.
“Loh?
Kok kamu udah masuk?” Tanyaku heran.
“Sebagai
pacar yang baik harus memperkenalkan diri ke keluarga pacarnya dong” Jawabnya.
“Mmm...
kamu serius sama aku?”
“Serius
dong! Masa nggak serius sih, lelaki macam apa aku?”
“Beneran?”
“Iya,
sungguh!”
“Aku
harus ketemu keluargamu dong?”
“Kalau
kau mau silahkan saja, eh ayo cepat, udah jam tujuh nih, kita harus berangkat
supaya tidak telat” Ajaknya, dia langsung berdiri dan meminta aku memanggilkan
ibuku untuk pamit. Setelah itu aku dan dia langsung pergi ke acara sekolahku,
smanti yaitu acara SMB, Smanti Mencari Bakat yang diadakan di Malang Epic
Garden.
Suasana
malam ini sangat sesuai dengan isi hatiku menurutku, Aku dapat melihat sinar
bulan yang cerah secerah hatiku yang merasakan kebahagiaan pertama kali kencan
dengannya, Angin yang terasa cemburu, karena ada sepasang manusia yang lagi
menikmati kencannya, angin ini menghembus kencang seakan ingin memisahkan ku
dengannya. Lalu terlihat lampu-lampu bergerak dengan cepatnya secepat detak
jantungku yang gugup memikirkan apa yang akan dikatakan teman-temanku ya saat
aku tiba di acara tersebut.
“Hei
fit, gak dingin?” Tanyanya.
“Tidak
kok, kode nih ya?” Godaku
“Kok
tau sih?” Dia langsung tancap gas.
“Hei,
Jangan kencang kencang! Pikirkan aku yang ada di belakangmu tau!” Jawabku
“Oke
deh, tidak kencang-kencang” Dia langsung mengerem sepeda motornya.
“Bruak!!”
Aku pun tak sengaja memeluknya. Aku pun langsung melepaskannya. Dasar sial, ini
pasti modusnya si Randy!! Dia merusak moodku, dia merusak salah satu kesucianku
yang ingin kujaga, ini pertama kalinya aku memeluk seseorang di luar darah.
Meski dia pacarku, tentu aku tetap marah. Kenapa dia memintaku untuk
memeluknya? Dasar laki-laki seperti hewan saja.
“Jangan
modus! Aku ngambek nih” Marahku.
“Yah
marah, maaf deh” kata-katanya tidak kudengarkan lagi.
Akhirnya,
kami pun tiba di Malang Epic Garden, tempat diselenggarakannya acara Smanti
Mencari Bakat tersebut. Setelah dia memarkir vixionnya di tempat yang pas, aku
pun turun dari sepeda motornya itu, dan ingin segera ke acara tersebut tanpa
mempedulikannya, langsung saja aku menuju tempat masuk. Tapi apakah kau tau apa
yang terjadi? Lagi-lagi sepertinya langit tak memihakku, bukannya berhasil
langsung pergi dari dia, saat aku berlari ke tempat masuk yang melewati gerbang
mobil, Aku terbentur portal. Sial! Setelah terbentur aku pun jatuh dan dia
dibelakangku tidak membantuku tapi dia tertawa terbahak-bahak.
“Mbak,
Kepalanya terlalu besar ya?” Candanya.
“...”
Aku pun mengacuhkan candanya yang sama sekali tidak lucu bagiku. Sangatlah
tidak lucu. Itu membuatku semakin kesal dengan malam ini. Kesal! Memang aku
awal berangkat tadi hatiku bahagia, tapi sekarang, perasaanku pecah! Sangat
kesal! Moodku hancur! Ini semua karena dia! Seandainya saja dia tidak modus di
sepeda motornya tadi, pasti tidak begini ceritanya. Dasar cowok, udah suka
modusan, pembawa sial lagi. Mengapa coba aku suka dirinya? Sial.
Setelah
itu aku terpaksa berdua dengannya berjalan berdua ke acara tersebut. Di acara
itu dia selalu berdua denganku, terdengarnya sih romantis tapi ini tidak
romantis sama sekali. Di saat bertemu dengan temannya, dia mengenalkanku pacar
barunya alias aku sih tapi dia mengenalkannya tidak yang baik-baik dia malah
menceritakan apa yang barusan terjadi, yaitu pada saat kepalaku terbentur
portal. Setiap ada temannya pasti dia bilang begini,
“Hei,
kamu tau ini pacar baruku lho! Gimana? Kepalanya besar kan? Kamu tau nggak tadi
dia saat mau masuk ke sini kepalanya kejedot portal!” Teman-temannya pun
langsung tertawa terbahak-bahak dibuatnya, dan aku diam saja sambil bibirku ini
kubuat sangat cemberut dengan tatapan orang marah. Bagaimana tidak marah? Dia
selalu mengulanginya setiap bertemu temannya! Sehina apa aku dibuatnya? Aku
hanya sebagai bahan guyonan saja.
Tapi,
tetap saja, dia pacarku. Aku pun kembali menatapnya. Ya, dia ganteng, manis,
rambutnya yang lurus, dan kulitnya yang sawo matang itu memang pantas sebagai
lelaki idaman. Apalagi senyumannya, senyuman yang dapat membius semua kaum
hawa. Giginya yang rapih, putih menambah kemanisan senyumnya. Kutatapi terus
dia saat tertawa dan berbicara dengan temannya itu.
“Ada apa, Kepala Besar? Apakah kepalamu akan
berubah menjadi kepala besi seiring waktu berjalan?” Candanya.
“...”
Aku pun hanya menatapnya dan tersenyum, karena meski betapa menyebalkannya dia,
dia tetaplah pacarku, dan dia... manis sekali malam ini.
“Eh,
apa sih fit? Kok senyum-senyum?” Dia sepertinya malu melihat aku tersenyum.
“Gapapa...”
Aku pun tetap tersenyum kepadanya.
“Eh
ren, mantan gebetanmu tampil tuh!” kata temannya menyuruh dia untuk melihat.
Aku pun juga melihatnya.
Dia tak lain dan tak bukan adalah mbak Mia. Sepertinua dia akan menampilkan
bakatnya yaitu bermain piano. Aku pun melihatnya, betapa cantiknya paras mbak
mia. Dia memakai gaun putih duduk di depan piano klasik hitam, begitu
anggunnya. Dia bak pemain profesional yang menjadi bintang acara di televisi.
Dia pun memulainya, dan mulai terdengar alunan nada nada yang dihasilkan oleh
piano klasik tersebut, aku tahu lagu ini, lagu klasik yang melegenda, yaitu
“Canon in D” Indahnya... Tak terasa dia sudah menyelesaikan penampilannya, aku
terasa terhipnotis oleh dia. Andai saja aku lelaki, pasti aku menginginkan dia
jadi milikku. Bagaimana ya perasaan mas randy yang pernah menyukainya itu?
“Loh?!” Aku pun melihat ke
sekeliling, aku pun tersadar, dia sudah tidak ada disampingku!
“Mas, Mas Randy tadi kemana
ya?” Tanyaku bingung ke temannya.
“Loh, kamu ini pacarnya
sendiri kok gak dijaga sih, hayo? Jangan jangan dia lari ke mia tuh?” Goda
teman mas randy itu.
“Beneran mas?” Aku tanpa
berpikir panjang pun langsung berlari ditengah keramaian, entah itu teman atau
siapa aku tak peduli pokoknya aku lewat, dan mencari si mas randy yang hilang.
Aku pun berlari menuju ke panggung dimana tadi mbak mia tampil. Langsung saja,
aku bertemu dengan mbak mia yang baru saja turun dari panggung. Aku pun
langsung tanya kepadanya, karena sebenarnya dulu aku sering berbicara seputar
novel dengannya juga, jadi aku bicaranya tidak canggung.
“Eh mbak mia, tau nggak mas
randy kemana?” tanyaku langsung.
“Ra, Randy? Nggak tau lah
dek, aku kan baru saja turun dari panggung ini, memang kenapa?” tanyanya.
“Kukira mencari kakak”
Jawabku
“Mencari aku? Emang aku
apanya? Aku tak lebih dari teman baginya. Lagian, bukannya kalian sudah
pacaran?” Jawabnya
“Hah? Kakak dianggap teman
oleh mas randy?” Jawabku
“Open card deh dek, yang
udah pacaran sama si randy, sebenarnya aku dari dulu suka padanya, tapi ya
sudahlah?, aku mau moveon nih dek, bantuin ya! By the way, selamat ya dek, udah
ndapetin cowok idamanku!” Senyumnya yang kutebak tidak sesuai dengan isi
hatinya.
Apa? Jadi selama ini
hanyalah kesalahpahaman belaka? Jadi selama ini, ini benar bena cinta segitiga?
Pikirku. “Yaudah kalau gitu kak, semangat ya!” Aku pun tersenyum kepadanya,
lalu aku pun melanjutkan pencarian si mas randy yang menghilang itu. Aku pun
mengelilingi Malang Epic Garden ini sendirian, hanya ditemani oleh perasaan
yang campur aduk antara kasihan dengan si mbak mia ini atau tidak. Kenapa mbak
mia mengatakan perasaannya kepadaku baru saat ini? Mengapa? Apa sih yang ada di
pikirannya? Bukankah dia tahu kalau aku dengan mas randy sudah pacaran? Apakah dia
ingin menelikung? Tidak! Aku tidak poleh berpikiran buruk. Berpikiran buruk
adalah dosa.
Sudah setengah jam aku
mengelilingi Malang Epic Garden ini. Aku sengaja mengelilingi Malang Epic
Garden ini lama, selain untuk mencari mas randy, aku juga memikirkan apa yang
harus kulakukan saat bertemu kepada mas randy. Apakah aku harus menjadi penghubung
dari kisah cinta untuk mbak mia dan mas randy? Apakah aku membiarkan diriku
bungkam? Jelas, pilihannya hanya satu! Yaitu jujur, jujur terhadap pasanganmu.
Jujur adalah sikap paling dasar dalam sebuah hubungan. Bila hubungan tersebut
ada yang namanya ketidakjujuran, pasti hubungan tersebut akan segera kandas,
batinku.
Tiba-tiba ada yang menepuk
pundakku dari belakang, aku pun secara reflek menoleh kebelakang dan
melihatnya. Oh tidak, bagaimana tidak kaget, dia adalah yang dalam pikiranku
dari tadi, dia adalah mas randy!
“Hey fit, kemana aja? Aku
tinggal ke kamar mandi kok sudah keluyuran?”
“Eh? Mas re-re-randy?”
“Kenapa kau gugup begitu
kepala besi? Apakah otakmu sudah tidak berfungsi sedemikian mestinya setelah
terbentur portal itu?” Godanya.
“Ti-ti-tidak kok !?”
“Lantas mengapa kau menjadi
gagap?”
“Mas randy, ka-ka-kamu
masih suka nggak sama si mbak mia?”
“Hah? Kenapa mikirin si mia
lagi sih? Jelas-jelas sekarang aku adalah pacarmu fit, ini pasti otaknya
konslet nih anak habis kebentur portal”
“Dari tadi portal mulu aja,
Jawab pertanyaanku, kalau tidak jawab pertanyaanku selanjutnya, apakah kau
benar-benar sejak awal suka aku, apa aku ha-hanya p-p-pelarianmu saja?”
Tiba-tiba ada air mata teralir deras di pipiku, aku berpikir, aku benar-benar
tidak mungkin untuk melepaskannya, aku benar-benar masih menginginkannya, tapi
apakah dia benar-benar menginginkanku? Bukan hanya sebagai pelarian saja.
“Aku hanya dianggap teman
kok dengannya, tidak lebih. Lagian sekarang aku sudah berpacaran denganmu
bukan?”
“Ta-tapi bila seandainya
dia mengatakan kalau dia suka padamu gimana?” Aku masih terisak dalam tangisku.
“Ti-tidak mungkin! Lagian
aku benar-benar suka kamu! Percayalah, lagian kalau aku makin lama berpacaran
denganmu aku akan melupakannya dan seratus persen mencintaimu bukan?”
“J,j, hiks- jadih.. Se,
selama ini... Akuh- hiks, tak lain dan tak bukan adalah pelarianmu bukan?” Aku
memaksakan suaraku keluar saat hati ini terasa terpecah belah sedemikian
pecahnya sampai aku tak tahu lagi, tak peduli lagi, apakah dia pacarku atau
tidak, dia telah menginjak-injak diriku. Karena diriku selama ini adalah
pelariannya.
“...” Dia terdiam dan
wajahnya terlihat sangat kosong, meski mataku ini melihatnya tidak jelas, aku
mengetahui bahwa sebenarnya dirinya pasti bingung. Tapi diriku sendiri juga
perlu kepastian, aku ingin kepastian bahwa diriku bukanlah pelariannya, maka
dari itu, cepatlah ungkapkan bahwa diriku bukan pelarianmu mas randy! Aku pun
hanya bisa menarik baju di punggungnya, dan menyandarkan kepalaku kepadanya.
“Saat
pacaran, kejujuran adalah yang terpenting kan, akan kuceritakan dari awal,
sebenarnya malam itu, setelah aku curhat kepadamu, aku hanya ber-sms dengannya
sedikit, aku berkata, maukah kau jadi pacarku? Kali ini aku serius. Dia pun
menjawab, dibajak ya? pasti dibajak... kamu takkan melakukan ini padaku kawan.
Lalu aku merasa bahwa dia secara tidak langsung menolak diriku, dia tidak suka
denganku, dia hanya menganggap diriku adalah teman. Namun semua berubah keesokan
harinya, kau datang fit, kau menyemangatiku, kau membuat pesta makan
kecil-kecilan pada saat istirahat itu. Itu yang pertama kali membuat diriku
terbuka melihatmu, apakah ini bisa dinamakan pelarian?” Ceritanya.
Aku
hanya bisa menjawab “Hiks, yah, ya, dengan waktu sesingkat itu aku memang
pelarianmu mas. Btw, tadi aku bertemu dengan mbak mia, dan dia mengatakan
padaku bahwa dia mencintaimu...” Aku menjawab itu dengan berat hati, bagaimana
tidak berat? Merelakan cinta, cinta yang pertama kali kuusahakan sendiri? Akan
kurelakan kepada seseorang wanita lain, tapi mau bagaimana lagi, bila saja dia
tetap denganku, aku hanya pelariannya saja bukan? Dan tentu perasaannya tidak
seratus persen kepadaku, tetapi sebagian yang lain adalah hak mbak mia,yaitu
perasaannya mas randy kepada mbak mia. Semoga saja, ucapanku ini ibarat
melemparkan bumerang, suatu saat nanti, dia akan kembali kepadaku.
Setelah
aku mengatakan perkataan itu, aku dan dia berdiam sejenak menunggu aku berhenti
menangis, setelah aku berhenti menangis, dia mengajakku untuk pulang karena dia
tidak ingin melanjutkan kencan yang begitu menyakitkan ini. Setiba aku di
rumah, aku langsung memeluk gulingku tercinta dan menangis deras di pelukannya.
Begitulah kisah kencan pertama dan terakhirku dengannya, yang menandakan
berkahirnya kisah cinta yang demikian singkatnya ini.
--ooo--
Saat
ini, aku sudah berhenti menangis mengenang kencan pertama dan terakhir dengan
lelaki itu, kali ini aku baru ingat, mengapa di kenanganku ini tidak ada tokoh
mbak mia? Tokoh yang seharusnya menjadi peran paling penting di cerita kenangan
ini? Ya, mbak mia adalah teman yang selalu dibawa mas randy ke perpus selama
satu bulan itu, dia juga pecinta novel Agatha Christie, dia juga selalu baik
kepadaku. Pada saat pertama kali ku bertemu dengan mas randy, sesungguhnya mas
randy itu berpindah dari tempatnya yang bersebelahan dengan mbak mia, ke
sebelahku. Sesungguhnya, selama satu bulan itu, kami tiga bersekongkol pecinta
novel Agatha Christie ini selalu bercanda bersama, tawa bersama, saat aku
pertama kali suka dengan senyum mas randy ini pun juga saat ia bercanda bersama
mbak mia. Jadi, diriku ini sebenarnya sejak awal adalah pengganggu hubungan dua
sejoli itu kan? Yah, tapi berkat adanya diriku, mereka pun akhirnya bisa
bersatu. Benar-benar bersatu, sehingga saat aku ke perpustakaan sudah tidak ada
lagi mereka berdua, mereka berdua sudah meninggalkanku, tidak inilah seharusnya
yang terjadi sejak awal, aku selalu sendiri dengan novel tercintaku yang tidak
bosan-bosannya menceritakan ceritanya kepadaku. Ya, selama jeda dalam kurung
waktu 3 bulanan aku tidak pernah kontak dengannya, sesampai pada kenangan yang
kubuat dengannya lagi, bisa dibilang kenangan sedih yang ia buat lagi kepadaku,
yaitu saat hari ulang tahunku. --ooo--
Hari
ini, 23 Januari 2014, adalah hari ulang tahun ke-16 ku. Hari ini juga hari
dimana aku sudah mulai melupakan si dia, mas randy. Aku pun memulai hari ini berangkat
sekolah seperti biasanya meski sekarang berangkatnya lebih pagi dari biasanya,
sampai di sekolah mungkin nanti aku hanya seperti hari-hari sesudah hari itu,
bermain-main dengan temanku yang selalu setia disampingku. Terkadang di
hari-hari itu, aku masih mengingat sedikit-sedikit tentang dirinya yang sudah
kurelakan menjadi milik orang lain tersebut, sekarang aku bahagia kok. Bahagia
sekali tanpanya. Yah, bahagia... dan sekarang aku memiliki keahlian baru,
keahlian membohongi diri sendiri. Keahlian ini diperlukan untuk dapat
benar-benar melupakan seseorang yang sekarang sudah tidak pernah kutemui lagi,
meski masih tetap satu sekolahan.
Pagi
ini rupanya, aku tiba di sekolah pagi-pagi sekali. Entah kesambet apa, aku bisa datang pagi. Aku yang biasanya sampai di
sekolah bertepatan dengan bel masuk sekolah, hari ini jadi masuk sekolah saat
teman-temanku belum datang. Mungkin karena tadi, keluargaku menyelamati ulang
tahunku pagi-pagi sekali, yaitu saat shubuh, sesuai dengan waktu lahirku.
Sehingga aku bisa siap ke sekolah juga dalam waktu yang sepagi ini.
Aku
pun pergi keluar dari kelas yang bernamakan salah satu kitab dari kerajaan
kediri ini, menuju ke sekeliling sekolahku ini. Tidak ada maksud khusus, hanya
untuk mengisi waktu luang saja, daripada melamun di kelas, bisa-bisa aku teringat
lagi dengan si dia lagi. Aku pun berhenti di depan laboratorium komputer, dan
melihat lapangan sekolah ini. Suasana pagi ini benar-benar menyejukkanku, hawa
yang dingin, sesuai dengan hatiku saat ini, yang begitu dingin tak ada yang
menghangatkan. Lapangan ini juga begitu kosong, seperti kekosongan hatiku ini
setelah merelakan sesuatu yang pernah ada di hatiku ini. Seandainya saja, di
waktu itu tidak hujan, seperti pagi ini, cuacanya hanya mendung-mendung saja,
tak sampai hujan.
Baru
saja aku selesai memikirkan itu, tiba-tiba hujan turun. Langit seolah marah
kepadaku, marah karena aku baru saja berpikir melemparkan kesalahan kepadanya.
Yah, hujanlah jika kau mau langit. Aku terima saja takdir hari itu, pikirku
dengan tersenyum sendiri. Memikirkan kembali hujan di hari itu, hari dimana
pertama kali aku bertemu dengan dirinya, dirinya yang sampai sekarang,
nyatanya, masih tidak bisa lepas dari pikiranku, mungkinkah kau bertemu lagi
denganku?
“Hai,
Kempit, Selamat ulang tahun ya!” Tiba tiba terdengar ada seseorang yang
menyelamati ulang tahunku. Tunggu dulu. Aku kenal dengan suara ini. Ya! Aku
sangat kenal dengan suara ini. Suara yang selalu kucintai sepenuh hati. Suara
dirimu kan? Temanku!!
“Eh
iya, Makasih ya...” Aku pun menjawabnya. Ta-tapi? Dia membawa seseorang lain!
“Oiya,
ini mantanmu nih katanya mau ngasih kado ke kamu!” Katanya.
“Hai
kepala besi, ah? Eh? Kemana perginya kadomu?” dia pun langsung berlari pergi,
ke kelasnya mungkin, pikirku.
“Jul!
Kenapa? Kamu mbawa orang itu!?” Bentakku kepada sahabatku ini.
“Lho,
lha aku baru ketemu di tangga tadi kok... terus ya aku ngobrol-ngobrol dikit...
terus jadinya gini...” Jawabnya
“Ah,
bodo amat” Aku pun kembali ke kelasku tanpa menghiraukan apakah dia akan datang
kembali atau tidak. Tapi, ada perasaan bersalah di diriku saat ini. Sepertinya
kali ini aku bertindak terlalu emosi terhadapnya. Akhirnya, aku kembali ke
tempat itu, mengharapkan dia akan memberiku kado. Tetapi nihil, dia juga tidak
ada. Ah, kenapa aku masih berpikir dia akan ada untuk aku. Mungkin aku memang
masih belum sepenuhnya melupakan dirinya. Aku pun pergi kembali ke kelasku
lagi, suasana sekolah ini sekarang sudah ramai, diramaikan oleh pakaian batik
oranye nya yang menjadi simbol untuk hari kamis dan jum’at.
“Fit,
pulang sekolah, bisa nunggu di gerbang tidak? aku mau ngasih sesuatu ke kamu
yang tadi belum sempat aku kasih, tapi aku bisa saja tidak jadi melakukan ini
kalau keadaan tidak memungkinkan” Pesannya baru saja tersampaikan di hpku.
“Keadaan
tidak memungkinkan?” Jawabku di sms
“Ya,
sebenarnya aku juga tak ingin mia cemburu” Jawabnya
“Bukannya
katamu dulu, kejujuran adalah kunci dari hubungan?”
Dia
tidak menjawab smsku lagi. Lalu, aku harus berbuat apa? Apakah aku akan
mengiyakannya atau tidak? Yah, aku tunggu saja dia sepulang sekolah, lagipula
aku mempunyai waktu luang saat itu.
Sepulang
sekolah, aku cepat-cepat menuju ke gerbang sekolah. Dikarenakan aku ingin
mendapatkan tempat untuk duduk di gerbang. Biasanya di gerbang sekolahku itu,
kalau tidak cepat-cepat pasti tempat duduk sudah tidak ada. Untuk urusan pulang
ke rumah, aku biasa pulang dan pergi sendiri, jadi tidak ada masalah bila aku
menunggunya bukan?
Yak,
aku sudah duduk di tempat perjanjian. Aku melihat sekelilingku, anak-anak
keluar dengan wajah bahagianya, sepertinya mereka semua bahagia karena sudah
menyelesaikan sekolah hari ini dan akan bermain di rumahnya? Yah mungkin saja,
bisa iya bisa tidak. Hmm... sepertinya
dia masih belum lewat juga. Kapan ya dia memberikan kadonya kepadaku, kumohon
cepatlah, aku sudah tidak sabar. Sebelum itu, kado apa ya yang akan dia kasih
kepadaku? Apakah kado itu novel? Atau kado mainstream
seperti boneka? Ah, pikiranku sudah mencar kemana-mana deh.
Sudah
5 menit aku menunggu disini, mengapa dia belum datang ya? Apakah dia masih ada
pelajaran tambahan dikarenakan dia sudah kelas 12? Yah, selagi menunggu aku
membaca novel ah. Aku pun membaca novel, novel yang sama dengan saat itu, saat
dimana dia menggenggam tanganku. Saat dia menyatakan cintanya kepadaku. Saat
dimana dia melarikan perasaannya kepadaku. Sebenarnya, ada enaknya juga ya jadi
pelarian? Ah- apa yang kupikirkan.
Sudah
10 menit ku menunggu disini, masih belum ada tanda-tanda dia akan datang.
Sekolah masih ramai dipenuhi anak-anak yang mau merasakan kebebasan yang
bernama pulang. Suara berisik sepeda motor, suara saut paut anak laki-laki,
suara perbincangan perempuan. Banyak sekali suara yang dapat kudengarkan saat ini.
Tapi aku masih belum mendengarkan lagi suara yang pernah kupuja.
Sekarang
sudah 30 menit aku menunggu disini, suasana sekolah semakin sepi, semakin
menghilangkan kemungkinan dirinya akan datang memberi hadiah kepadaku. Apakah
sebaiknya aku pulang saja? Tapi, kalau saja dia datang kembali kesini dan aku
sudah tidak disini, bukannya yang kecewa adalah aku, bukanlah dia. Karena,
sebenarnya aku benar-benar ingin bertemu dengannya lagi, ingin memiliki sesuatu
yang diberinya, setidaknya aku bisa memiliki kado yang akan diberinya sebagai
kenang-kenangan. Kalau begitu, aku akan menunggu dirinya sampai 30 menit
kedepan, kalau 30 menit dia tidak datang, aku akan benar benar pulang.
20
menit... 21 menit... 22 menit... 23 menit... tes, tes... air mataku kembali
menetes, kali ini menetes ke novel yang kugenggam saat ini. Aku hanya bisa
menangis. Kenapa aku harus menunggu yang tidak pasti? Kenapa aku harus menunggu
janji dari seseorang yang sudah memiliki orang lain selain diriku? Kini langit
warnanya sudah mulai ke kuning-kuningan, menandakan sebentar lagi matahari akan
benar-benar tenggelam seperti harapanku ini, yang benar-benar semakin tenggelam
ke dalam lautan keputus-asaan. Kini, aku benar-benar putus asa. Aku merasakan
setiap detik seperti selamanya. Aku sudah putus asa dengan harapan itu. Oh
tuhan? Mengapa? Mengapa kau berikan aku kemampuan untuk percaya kepada
seseorang, seseorang yang sudah memiliki orang lain. Apakah ini berarti diriku
masih cinta dengannya? Apakah ini berarti diriku harus benar-benar melupakan
dirinya? Karena... mungkin, tidak ini bukan suatu probabilitas lagi, ini adalah
suatu kepastian, keyakinan bahwa persentase kembalinya bumerang yang
kulemparkan saat itu kepadaku, sudah bukan satu pangkat minus tak hingga lagi,
melainkan persentase bumerangku kembali, yang menandakan kisah cintaku akan
lanjut adalah nol persen. Kini aku yakin bahwa dia sekarang ini benar-benar
cinta yang tak akan tercapai olehku. Cinta ini, tidak mungkin diteruskan.
“Maaf
fit, aku tidak bisa menemuimu. Dikarenakan dia terus bersamaku. Kejujuran?
Mungkin itu satu hal spesial yang hanya untuk dirimu fit?! :) Happy Birthday
Ke-16 ya!!! Jangan menunggu aku terus, sekarang sudah malam tau!” Aku hanya
tersenyum melihat sms itu, lalu, aku bergegas untuk meninggalkan gerbang sekolah
ini dan beralih ke rumahku.
--ooo--
Lonceng
berbunyi menunjukkan saat ini sudah
tengah malam, Hari ini, 2 Juni 2014, pukul 00:00. Hari ini sesungguhnya adalah
farewell party kelas 12 di SMA ku. Dikarenakan kelas 12 farewell party, aku,
anak kelas 10 diliburkan. Jadi, tidak masalah untukku bila aku terlalu memasuki
dunia nostalgiaku dengannya saat ini. Oh iya, lantas apa yang harus kujawab
padanya? Apa yang harus kujawab darinya di as*.fm ini? Apakah aku harus
menjawab ya? Atau tidak? Bila aku menjawab ya, bagaimana jadinya ya? Apakah
nanti dirinya akan benar-benar kembali kepadaku? Menjawab tidak itu...
sepertinya bukanlah pilihanku, karena, pilihan itu sebenarnya benar-benar
membuat diriku munafik. Aku jelas-jelas masih mencintainya sampai saat ini,
bila tidak cinta, mengapa aku meneteskan air mataku ini sebegitu banyaknya?
Lalu... Apa yang harus kubalas ya? Pakai pancingan saja lah. Ah- setelah
nostalgia kisahku dengannya, sekarang aku merasakan sedikit ketenangan. Aku
sudah menjadi tidak emosi seperti tadi. Mungkin tenaga emosiku sudah terbuang
habis seiring aku menumpahkan air mataku ya?
“Jika
iya, gimana?” Oke, ini saja jawabannya! Aku pun membalas pesan anonimnya.
“Jika
iya, maukah kau menungguku lagi? Mungkin ini terakhir kali aku menyuruhmu untuk
menunggu. -Kepala Besi” Dia membalas pesan anonimnya
“Benarkah?
Kali ini, apakah mungkin kamu akan memberikan diriku kepalsuan?”
“Tidak,
kali ini, mungkin menjadi ending dari kisah kita”
“Apakah
kau tidak akan terganggu lagi?”
“Sebenarnya,
ada yang kuingin ceritakan lagi sesuatu padamu” Dia sudah tidak memakai media
as*.fm lagi, melainkan sekarang, dia memakai sms.
“Ceritakan,
aku sudah lelah selama 6 bulan ini”
“Sebenarnya,
aku sudah lama putus dengan mia, mungkin sekitar sebelum un”
“Kenapa
putus?”
“Yakin
mau tau?”
“Yakin”
“Karena...
nanti selesai farewell party, tunggu aku ya... ini benar-benar menjadi yang
terakhir. Usahakan pakai baju terindahmu ya, oh iya, tunggu di tempat kita
pertama kali bertemu ya...”
“Iya...
Btw, jadi cowok kok tega sih nggantung perasaan orang lain?”
“Supaya
menjadi yang terindah, seperti kamu fit”
Aku
yang daritadi setengah tertidur menjawab smsnya ini, kali ini benar-benar
tertidur. Mungkin ini menjadi tidur ternyenyakku selama 8 bulan terakhir ini.
Tidur nyenyak ini terakhir kali kurasakan saat aku masih dengannya. Dengannya
yang lagi-lagi memberikanku harapan. Kini aku sudah tak lagi yakin, bumerangku
yang tak akan kembali, sepertinya bisa kembali lagi kepada pemiliknya.
Keesokan
harinya, aku sudah berdandan persis seperti saat kencan pertama dan terakhir
itu. Sengaja kubuat persis untuk penentuan akhir kelanjutan kisah cintaku ini
apakah akan benar-benar berakhir atau akan lanjut. Setelah itu, aku berangkat
ke sekolah dan langsung menunggu di perpustakaan sekolah ini. Masih teringat
aku dengan jendela yang menutup tiba-tiba, canda tawa diriku, dirinya, dan mbak
mia. Teringat pula saat aku menggenggam tangannya pertama kali. Semua sudah
lama berlalu, tak terasa sudah tiga triwulan sejak masa-masa indah itu.
Masa-masa yang sempat ingin kulupakan keindahannya.
Kini
aku menunggu dia tidak seperti saat aku menunggunya di ulang tahunku itu, aku
menunggunya dengan menari dalam nostalgia masa lalu. Aku seakan terhibur oleh
kenangan dimana aku dan dia, masih bersama. Kenangan makan bersama, kenangan
kencan, sampai kenangan sedih lainnya. Kini lagi-lagi air mataku mengalir lagi,
akan tetapi tidak diawali dari mata kiri dulu, melainkan dari mata kanan.
Menandakan saat ini, aku bahagia, lebih bahagia dari siapapun.
Tak
terasa sudah satu jam ku menunggu disini, aku pun membaca novel yang sama saat
kami bersama dahulu, ini terasa seperti aku kembali ke saat-saat itu, Saat-saat
dimana semua masih tidak ada kendala, saat-saat dimana aku bisa tertawa lepas.
“Hei
kepala besi, sudahkah lama kau menunggu?” Suaranya... ya, ini pasti suaranya,
suara yang selalu kurindukan selama beberapa bulan terakhir ini. Anugrah tuhan
yang dimilikinya, suara mas randy.
“Tidak,
baru satu jam saja kok, hehehe” aku hanya bisa tersenyum melihatnya, melihat
seseorang yang tidak pernah kulihat dalam beberapa bulan terakhir ini, tetapi
wajahnya selalu tetap kukenang dalam hatiku.
“Satu
jam? Lama banget?!” Jawabnya.
“Cepat
kok. Cepat sekali, dibandingkan saat aku menunggu di gerbang sekolah”
“Maafkan
aku fit!” dia pun menundukkan dirinya di hadapanku.
“Hei
berdirilah, sudah kumaafkan sedari dulu kok” Aku pun mengangkat dirinya yang
tetap saja tinggi dan tegak itu.
“Oh
iya, apakah kau masih ingat sms malam tadi, penasaran?”
“Iyalah!”
“Sebenarnya,
rupanya di diriku selama ini, aku pinjem kata-katamu ya, I adore you! Kau tak
tergantikan fit” dia pun memberikan bunga mawar merah kepadaku, dan disaat itu
pula ada seorang wanita yang tidak lain dan tidak bukan adalaha mbak mia
memotret kami berdua.
“Ini
bukan bohongan kan? Jelaskan dulu dong sebabnya kenapa?!”
“Sudah
kubilang, karena aku masih mencintaimu fitriiii”
“Biar
aku yang jelaskan” Kata mbak mia “Begini, jadi begini, sebenarnya dia itu
selama ini selalu mencintaimu fit, tetapi karena kau menganggap kamu hanyalah
sebuah pelarian, itu adalah kesalahan besar. Sebenarnya setelah hari itu, dia
selalu ingin balikan denganmu fit. Tetapi kau selalu saja menolak dan
mengacuhkannya. Hingga akhirnya, dirikulah yang menjadi pelarian baginya. Tapi
itu tak bertahan lama, lagian kami berdua cocoknya hanya sebagai sahabat kok”
Lanjut mbak mia.
“Lalu?
Lalu? Lalu? Selama ini... Buat apa aku menangisimu mas randy!!???? Bila
nyatanya kau masih mencintaiku!! Lalu mengapa pada saat ulang tahun kau tidak
ada dan mengapa setelah itu kau tidak pernah kontak aku!!! Mengapa???” Tanyaku.
“Fit,
kamu masih kecil ya, jelas buat ujian lah fit” Jawab mbak mia.
“Lalu,
fitri, untuk yang terakhir. Maukah kali ini, kau menjadi kekasihku lagi? Dia
menggenggam erat tanganku. Seperti saat itu, seperti pertama kali dia
mengungkapkan perasaan cintanya kepadaku di lokasi yang sama seperti saat ini.
Akhirnya, pikirku, akhirnya, bumerangku telah kembali. Cinta bumerang yang
terbang selama delapan bulan ini, akhirnya kembali kepadaku. Suasana malam ini,
malam yang cerah, bulan yang cerah secerah hatiku, angin yang seolah cemburu
itu tiba tiba menghempaskan jendela perpustakaan ini, sehingga suaraku, suara
yang mengiyakan pernyataan itu jadi tak terdengar lagi.
“Ngomong
apa kamu fit?” Tanyanya.
“Aku
memujamu mas randy...”
“...”
dia tersipu malu seperti biasanya, dengan senyum manisnya yang paling kucintai.
“Lalu, berjanjilah kepadaku
wahai cinta bumerangku yang sudah kembali kepada pemiliknya! Jangan pernah lagi
kau pergi dariku, dan jangan pernah lagi kau meninggalkan diriku sendirian
lagi!”
“Ya,
Pasti Kepala Besi, Pacarku, Kekasihku!” Jawabnya pasti, menutup malam ini,
menjadi malam yang terindah bagi kami, malam yang menjadi titik balik sekaligus
menjadi titik terakhir kisah cintaku.
-ooo-
by : Gusna N. Taris (XI MIA 4 / 16)